Jakarta – Belum juga tayang, tetapi film dengan genre horor berjudul “Kiblat” sudah menuai banyak kontroversi. Kemunculan kontroversi dan kritikan akibat perilisan poster yang dinilai mengarah pada promosi sensitif.
Film garapan sutradara Bobby Prasetyo itu dianggap mengeksploitasi agama, apalagi pada poster film tersebut menampilkan seorang wanita mengenakan mukena seperti kesurupan saat rukuk dalam shalat, wajahnya menengadah, bukan menunduk, dan berteriak, lalu dengan tampilan seperti itu diberi judul “Kiblat”.
Dikutif dari CNN Indonesia, bahwa sejak ramai dihujat oleh nitizen, Leo Pictures selaku rumah produksi telah menarik promosi film Kiblat dari media sosial mereka.
Lembaga Sensor Film (LSF) sendiri buka suara dan mengungkapkan, jika film Kiblat belum lolos sensor. Karena, beberapa hal dinilai menjadi alasan film horor itu masih perlu ditinjau, juga diperbaiki pihak rumah produksi.
Berikut deret kontroversi film Kiblat:
1. Dikritik tokoh agama
Para tokoh agama mengkritik poster dan judul film Kiblat. Mereka menilai poster dan judul tersebut tak etis bagi agama Islam. Dai sekaligus penulis Hilmi Firdausi mengkritik Kiblat merupakan contoh film yang tak mendidik.
“Dengan segala hormat kepada para produser film Indonesia, tolong hentikan membuat film horor seperti film Kiblat ini,” tulis Hilmi Firdausi di media sosial pada 22 Maret.
“Sama sekali tidak mendidik, bahkan membuat sebagian orang jadi takut salat…dulu kejadian yg sama terjadi pada sekuel film makmum, khanzab dst.”
“Jangan sampai sekarang salat pun jadi ikut-ikutan seram karena dijadikan tema dalam film horor. Umat Islam pun harus berhenti menonton film-film seperti ini. Insyaallah jika tidak ada pasarnya, film-film semacam ini tidak akan dibuat lagi.”
2. Materi promosi hilang
Materi promosi, termasuk poster, dari film Kiblat sudah menghilang dari media sosial Leo Pictures selaku rumah produksi.
Unggahan terakhir di feed Instagram Leo Pictures kini adalah ucapan “Selamat menjalankan puasa Ramadan 1445 H” pada 11 Maret.
Kendati demikian, masih ada keterangan rencana penayangan film Kiblat pada 2024 seperti yang tertera di bio rumah produksi tersebut.
3. Komentar LSF
Wakil Ketua LSF Ervan Ismail menyatakan, Kiblat kini masih belum lulus sensor. Keterangan ‘lulus sensor’ dari LSF merupakan salah satu yang wajib didapatkan rumah produksi supaya bisa menayangkan film di Indonesia.
“Untuk filmnya seingat saya dari Februari [2024] sudah masuk untuk peninjauan, menentukan apakah ada adegan atau klasifikasi yang pas untuk film ini,” kata Ervan.
Menurut Ervan, perbaikan diperlukan supaya film tersebut utuh dan ditinjau ulang untuk mendapatkan status lolos sensor. Oleh sebab itu, pihak LSF masih manunggu dari pemilik fim, akan memperbaiki Kiblat terlebih dahulu atau tidak. (redaksi)