Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tidak hadir dalam sidang sengketa keterbukaan informasi, dengan agenda uji konsekuensi ulang, di Ruang Persidangan Komisi Informasi Pusat (KIP), Jakarta Pusat, Senin (18/3/2024).
Surat permohonan maaf atas ketidakhadiran pihak KPU itu disampaikan Ketua Majelis Syawaludin, saat membuka persidangan, sekaligus permohonan agar Ketua Komisi Informasi Pusat dapat melakukan penundaan jadwal ulang pelaksanaan sidang.
Dijelaskan Syawaludin, pihak KPU menyampaikan alasan ketidakhadiran dikarenakan tengah melaksanakan tahapan rekapitulasi hasil perhitungan perolehan suara tingkat nasional, serta penetapan hasil Pemilu 2024 yang akan berakhir pada 20 Maret 2024.
Meski tanpa kehadiran pihak KPU, agenda sidang tetap dilanjutkan dengan pemeriksaan empat saksi ahli dari Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (YAKIN) sebagai pihak pemohon diataranya, pakar telematika dan multimedia Roy Suryo, mantan Ketua KIP Abdul Rahman Ma’mun, guru besar psikologi sosial Universitas Bina Nusantara (Binus) Juneman Abraham, dan pakar IT Wahyudi Natakusuma.
Padahal, sebelumnya majelis sidang KIP meminta kepada KPU untuk melakukan uji konsekuensi ulang terhadap dua dari tiga register sengketa informasi yang diajukan oleh YAKIN.
Adapun permohonan yang diuji ulangkan, pertama dengan nomor register 001/KIP-PSIP/II/2024. Pemohon meminta kepada KPU untuk memberikan informasi real count (hitung nyata) dalam bentuk data mentah, seperti file dengan format “csv” harian.
Uji ulang tersebut diminta, karena perwakilan KPU mengatakan bahwa data atau informasi yang saat ini sedang dalam proses rekapitulasi itu tidak bisa dikonsumsi publik karena belum akuntabel, sehingga majelis hakim meminta lembaga tersebut menyiapkan uji konsekuensi jika mengecualikan informasi tersebut untuk disampaikan kepada publik.
Kedua, uji ulang konsekuensi dengan nomor register 002/KIP-PSIP/II/2024. Pemohon meminta informasi rincian infrastruktur teknologi informasi KPU tentang Pemilu 2024, meliputi topologi, peladen (server) fisik, peladen cloud (penyimpanan awan) dan jaringan, lokasi setiap alat dan jaringan, hingga rincian alat-alat keamanan siber.
Disamping itu, pemohon juga meminta rincian layanan-layanan Alibaba Cloud yang digunakan, termasuk proses pengadaan layanan penyimpanan awan dan kontrak antara KPU RI atau perwakilannya dengan Alibaba Cloud.
Majelis menilai usulan KPU yang tidak ingin mempublikasikan informasi pengadaan server Alibaba tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Selain itu, majelis pun berpendapat bahwa tidak semua informasi di dalam dokumen pengadaan adalah sesuatu yang rahasia. (redaksi)