Sensasi Pendakian Gunung Tertinggi Di Jawa Barat, Gunung Ciremai Via Jalur Linggarjati

Berita Wisata Seni & Budaya

Kuningan – Bulan Agustus telah tiba, dan seakan sudah mentradisi di kalangan pendaki gunung, mereka akan memanfaatkan sakralnya bulan bagi bangsa Indonesia untuk menapakan kaki di puncak Gunung Ciremai, dengan ketinggian 3.078 mdpl, kemudian mengibarkan simbol agung negara sangsaka merah putih pada tepian bibir lubang kawah gunung tertinggi di Jawa Barat itu.

Terdapat 5 jalur pendakian di gunung berapi aktif tipe Stratovolcano yang memiliki luas keseluruhan kurang lebih 15 ribu Ha dan terletak diantara Kabupaten Kuningan, Majalengka, serta Cirebon tersebut, diantaranya via Linggarjati, dengan alur dimulai dari Desa Linggarjati, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, via Linggasana, dimulai dari Desa Linggasana, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, via Palutungan, dari Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, via Apuy, dari Desa Argamukti, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, dan via Trisakti Sadarehe, trek pendakian yang dimulai dari Desa Payung, Kecamatan Rajagaluh, Kabupaten Majalengka.

Diantara 5 jalur pendakian gunung yang dipenuhi berbagai satwa langka seperti, Macan Kumbang (Panthera pardus), Surili (Presbytis comata), Elang Jawa (Spyzaetus bartelsi) dan lainya, juga sekitar 120 jenis tumbuhan menawan, dengan koleksi sekitar 79 jenis tanaman non anggrek, serta 40 lainya jenis anggrek itu satu diantaranya dianggap merupakan jalur paling legenda, sekaligus paling menantang, yakni via Linggarjati.

Meskipun trek ini merupakan rute paling pendek menuju puncak, namun tantangan yang harus dihadapi pada jalur yang memiliki banyak peninggalan situs-situs kuno tersebut tetidak main-main, dimana para pendaki akan dihadapkan dengan begitu banyak tanjakan tajam, dan terjal, juga selepas dari Cibunar ke atas tidak akan ditemukan lagi sumber air. Bahkan salah seorang pakar pendakian Indonesia pernah mengungkapkan, bahwa siapapun yang mampu mendaki Gunung Ciremai via Linggarjati, dia tidak akan kesulitan mendaki gunung-gunung lain yang ada di Pulau Jawa (Wallahu a’lam bishawab).

Untuk itu, jika mau uji adrenalin mencoba mengayun langkah menuju atap tertinggi Jabar via jalur wajib para petualang sejati ini, selain mempersiapkan untuk membayar retribusi sebesar Rp. 50 ribu, para pendaki juga harus matang dalam mempersiapkan mental, fisik, juga logistik, terutama bagi para pendaki pemula, minimal sebelum mendaki rajin berolahraga, seperti lari-lari kecil, dan lainnya.

Jika memang sudah siap untuk menjajagi jalur yang konon menurut cerita masyarakat merupakan patilasan tapak langkah Wali Songo ini, baik dari arah Ciamis atau Cirebon jika menaiki kendaraan umum bisa berhenti di perempatan Bandorasa Wetan, atau di perempatan Desa Bojong, Kecamatan Cilimus, lalu ke arah Gedung Perundingan Linggarjati, dan masuk ke jalan yang berada sebelah kiri/selatan gedung bersejarah tersebut menuju Basecamp Linggarjati.

Di Basecamp Linggarjati yang memiliki ketinggian 650 mdpl, atau berjarak sekitar 9,5 Km menuju puncak ini para pendaki bisa beristirahat dulu, bahkan jika mau menginap sebelum atau sesudah pendakianpun bisa, bukan hanya di basecamp, disana juga tersedia homestay, sekaligus penjual makanan, bahkan menyewakan alat-alat pendakian, sambil melakukan pendaftaran untuk mendapatkan Surat Izin Memasuki Kawasan Hutan Konservasi (Simaksi), dengan mengisi biodata, mulai nama, nomor handphone, nomor kontak lain yang bisa dihubungi dan list barang bawaan, serta biaya retribusi sebesar Rp. 50 ribu, dimana harga ini sudah termasuk sertifikat pendakian.

Memulai perjalan dari basecamp ke Pos Mata Air Cibunar di ketinggian 750 mdpl kondisi jalan masih beraspal, berhias indahnya kebun, sawah teras sering, juga terdapat vila. Medannya sedikit menanjak, kemudian kembali landai. Untuk menghemat waktu dan tenaga, ke pos tempat para pendaki mengisi persediaan air bekal pulang pergi (PP) ini bisa naik ojek, namun jika berjalanpun tak masalah, dengan waktu tempuh normal tanpa berhenti dari basecamp sekitar 15 menit.

Tak hanya mengisi air, Pos Cibunar juga merupakan tempat terakhir untuk belanja logistik, mengingat disini tersedia fasilitas warung, toko aksesoris, juga kamar mandi. Karena, di lokasi tersebut merupakan area untuk camping bagi warga masyarakat, atau wisatawan non pendaki juga.

Suguhan hutan pinus nan teduh, dengan alur tak lagi beraspal, namun bebatuan padat menanjak mulai menghiasi langkah dari Pos Cibunar menuju Leuweung Datar dengan ketinggian 1225 mdpl, lalu wilayah yang kini digunakan juga oleh masyarakat sebagai kawasan pertanian, atau Wanatani ini mulai memperlihatkan wajah asli jalur fenomenal Linggarjati, terus menanjak dan menyempit.

Tanah padat, sempit dan menanjak masih menghiasi perjalan menuju Pos Kondang Amis, dengan durasi sekitar 30 menit dari Pos Leuweung Datar. Di pos berketinggian 1250 mdpl ini pendaki akan menamui shelter cukup luas, sehingga bisa mendirikan sekitar 20 tenda.

Semakin sempit, rimbun, serta terus menanjak kian akrab dalam ayunan langkah, bahkan pepohonan dengan akar-akar besar yang berfungsi sebagai tangga untuk berpijak semakin sering terlihat menuju area dimana menurut cerita warga, dahulu di jaman panjajahan Jepang dipergunakan para Tentara Heiho menguburkan kuda-kuda yang dipakai untuk mengawasi para pekerja rodi, sehingga sekarang dinamakan Pos Kuburan Kuda. Dan kata mereka, suka terdengar suara ringkikan kuda jika malam telah tiba di tempat berketinggian 1450 mdpl ini.

Jika pendaki sudah merasa kelelahan, di Pos Pangalap, atau pos setelah memalui Kuburan Kuda, bisa beristirahat atau mendirikan tenda, sebelum melintasi ekstrimnya tanjakan fenomenal Seruni dan Bapa Tere, karena di dua tempat tersebut juga tidak cocok untuk mendirikan tenda, mengingat medanya yang cukup sulit.

Usai menapaki tanjakan Bin-bin yang sedikit curam, kemiringan kurang lebih 75º akan dilalui pendaki saat melintasi tanjakan Seruni dan Bapa Tere, malahan tidak sedikit yang mengatakan di jalur inilah saat dimana lutut bertemu dengan dagu, sehingga 2 pos ini terkenal dengan julukan rute terberat di jalur pendakian Linggarjati.

Beratnya Tanjakan Seruni menuju Bapa Tere dengan waktu tempuh kurang lebih 2 jam, membuat para pendaki benar-benar diuji, karena harus memanjat dengan berpegangan pada akar, dalam jalur yang terus menyempit, hanya cukup untuk 1 sampai 2 orang pendaki jika jalan berdampingan. Untuk sampai ke Tanjakan Seruni pada ketinggian 1825 mdpl, dari Pos Pangalap membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam. Dan jarak untuk mencapai puncak dari pos ini berkisar 4,2 Km lagi.

Kejamnya cerita tentang nama Tanjakan Bapa Tere di ketinggian 2025 mdpl jalur pendakian Linggarjati, yakni peristiwa kelam dengan dibunuhnya seorang anak oleh bapak tirinya (Bapa Tere = Bahasa Sunda), ternyata tak hanya kejam dalam cerita semata. namun pada realita pendakianpun begitu. Namun tenang, karena pada lokasi curam tersebut terlihat tali-tali sudah menjuntai dari atas ke bawah, tinggal bagaimana caranya mempergunakan skill, plus teknik yang tepat, supaya tidak terjatuh.

Jangan dulu berharap menemui jalan datar saat menempuh perjalanan kurang lebih 1 jam dari Bapa Tere menuju Batu Lingga, jalan masih menanjak, baru setelah hingga di Batu Lingga pendaki akan menemui lahan datar, yang cukup untuk mendirikan 3 sampai 4 tenda. Dan di tempat yang dahulunya digunakan Sunan Gunung Jati menyendiri ini terdapat batu besar, serta konon hingga sekarang masih dijaga oleh 2 harimau dari alam lain.

Di Pos Batu Lingga yang memiliki ketinggian 2200 mdpl ini tak hanya mulai terlihat jelas langit diantara rindangnya dedaunan pepopohonan, tetapi tensi beratnya jalurpun sudah mulai menurun, jalan mulai nyaman untuk ditapaki, karena tidak lagi dipenuhi akar.

Tanjakan pada trek tanah padat akan dilintasi pendaki saat akan tiba di tempat pas untuk beristirahat, yakni Sangga Buana. Di ketinggian 2500 mdpl ini juga rata-rata pendaki mulai mendirikan tenda sebelum Summit, dengan melewati Pangasinan terlebih dahulu.

Tempat ini terbagi dua, yakni Sangga Buana Atas, dan Sangga Buana Bawah, dengan perbedaan bawah areanya berupa tanah, sedangkan atas sudah mulai berbatu. Sisi kiri kanan tempat ini merupakan hutan yang lebat dengan pepohonan.

Pos terakhir pada jalur pendakian Linggarjati adalah Pangasinan, trek mulai lebar dengan tanah padat dan bebatuan besar, serta berkurangnya pepohonan besar akan dilintasi pendaki selama 1 jam saat berjalan dari Sangga Buana menuju titik berketinggian 2800 mdpl, yang menyajikan eksotika pemandangan menakjubkan ini.

Berada di Pangasinan, pendaki akan dibuat terpesona, saat merasakan berada diantara lautan awan, serta menyaksikan dengan kasat mata eksotika indahnya bunga abadi Edelwsiss, namun tidak diperkenankan untuk berkemah, karena tempatnya sangat terbuka sehingga tidak bisa menahan kencangnya laju angin, disamping itu tak jarang datang badai, terutama pada malam hari.

Sedikit lagi perjuangan untuk mencapai kepuasan berada di puncak gunung tertinggi di Jawa Barat itu, meski tidak lagi akan ditemui pepohonan yang menghalangi, serta berjalan di bawah indahnya langit terbuka, namun untuk menepi 2 puncak ketinggian, yakni Puncak Sunan Mataram setinggi 3058 mdpl, dan Sunan Cirebon dengan ketinggian 3078 mdpl, selama 30 menit dari Pangasinan harus kembali melalui jalan tak mudah.

Tetapi lagi-lagi tidak perlu khawatir, meskipun jalur licin dan sedikit curam yang akan dilintasi, disini sudah tersedia tali untuk pegangan. Lalu, siapapun tidak bisa memungkiri kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata akan hadir, saat berada di puncak. Dahsyatnya keindahan cipataan Tuhan YME terhampar luas, apalagi jika berkesempatan bertemu dengan sunrise. Disini pula kita akan membuktikan pepatah, “Semakin tinggi kita mendaki semakin kuat angin menerpa, tapi yakinlah pemandangan akan semakin indah”. Go now and find satisfaction!!! (Yud’s)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *