Garut – Tidak semua orang mengisi liburan harus ke pantai, karena sebenarnya panorama keindahan alam tersaji juga di bagian alam lain, seperti area persawahan, danau, bahkan keelokan mayapada juga dipersembahkan Tuhan di pegunungan.
Bahkan saat ini, kegiatan mendaki gunung seakan kembali menjadi trend dikalangan kaum muda, sensasi memacu adrenalin, dengan perjuangan mencapai puncak, kemudian menuai kepuasan tersendiri berada di atas ketinggian, sekaligus menikmati perasaan demikian dekatnya diri dengan sang pencipta, menjadi alasan mereka, yang pada dasarnya memiliki jiwa petualangan.
Bagi para pecinta alam, baik pemula, atau yang sama sekali belum pernah mencoba menapakan kaki menelusuri tantangan curamnya jalur pendakian, tapi ingin juga merasakan sensasi hamparan indahnya bumi di lokasi yang tinggi tidak harus mencoba langsung ke gunung berjalur ekstrim, atau ketinggian menakjubkan.
Dan salah satu lokasi yang bisa dijadikan pilihan tepat adalah Gunung Papandayan, gunung yang pernah meletus di tahun 1772, dengan ketinggian 2665 meter di atas permukaan laut (mdpl), terletak di Desa Sirnajaya, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, serta berjarak sekitar 70 Km dari Kota Bandung ini memiliki track cukup mudah, juga bersahabat, sehingga cocok bagi pendaki pemula, atau siapapun yang ingin mencoba memanjakan rasa diatas awan.
Untuk menyusuri salah satu gunung terbaik di Garut, serta namanya semakin terkenal seusai digunakan untuk lokasi syuting film ‘Gie”, yang mempersembahkan begitu banyak keelokan, mulai dari melihat pegunungan-pegunungan yang ada disekitar, perkebunan teh, padang bunga edelweiss, hingga bertebarannya kawah yang berjumlah 14 itu, bisa ditempuh dengan jalan kaki, atau menumpang dengan kendaraan bermotor jenis trail (ojek), dari bawah hingga dekat dengan kawah.
Memulai pendakian di Taman Wisasata Alam (TWA) Gunung Papandayan, yang memiliki waktu tempuh dari kota Kecamatan Cisurupan sekitar 1,5 jam, dan bisa dilalui tak hanya dengan mobil pribadi, namun angkot juga tersedia itu di area Camp David, dimana sebelumnya kita harus mengurus terlebih dahulu perizinan, serta membayar tiket masuk sebesar Rp. 55 ribu/orang.
Fasilitas di basecamp ini cukup lengkap, mulai area parkir, kamar mandi, gazebo peristirahatan, warung makan, hingga Menara Pandang untuk melihat keseluruhan panorama di seputar gunung, sebelum melakukan pendakian dengan mengikuti jalur berukuran cukup lebar yang telah tersedia, dan dibeberapa tempat terdapat anak tangga, sehingga tidak terlalu menguras tenaga.
Namun, Camp David bukan tempat untuk beristirahat, dari sini kita memulai perjalanan menuju Pondok Saladah, yang merupakan area perkemahan dengan dilengkapi warung makan, juga kamar mandi bersih. Kemudian, setelah mendirikan tenda dan karena disinilah tempat istirahat sebenarnya, seusai sejenak mengumpulkan energi, perjalanan dilanjutkan menuju Hutan Mati.
Hutan Mati merupakan tempat yang dipenuhi pepohonan menghitam dan mati akibat erupsi Papandayan, namun meskipun kesan misterius begitu kental terasa, hasil jepretan akan sangat instagenic saat mata lensa kamera diarahkan pada kokohnya batang-batang kayu di lokasi ini.
Lalu perjalanan berlanjut pada pesona luar biasa di Tegal Alun, lokasi terfavorit para pendaki Gunung Papandayan. Disini terhampar sejauh mata memandang, padang luas dengan kerimbunan cantiknya bunga Edelweiss, keindahan yang sulit ditemukan di tempat lain, tampak demikian menyegarkan, juga menjadi wahana yang keren untuk spot foto, apalagi saat mentari mulai bergeser agak bawah, dengan semburat cahaya terpantul pada pegunungan yang tegak berdiri di atas padang bunga abadi, Edelweiss.
Sebenarnya, bagi para pendaki sejati, biasanya usai dari Tegal Alun mereka melanjutkan perjalanan ke puncak Papandayan, karena ke arah itu akan dirasakan petualangan yang lebih menantang. Sepanjang penelusuran jalur pendakian dengan waktu tempuh sekitar 1 jam, medan cukup sulit akan ditemui, mulai terjalnya rute, juga pepohohan lebih rapat.
Namun, mereka yang bukan pendaki, rata-rata kembali ke Pondok Saladah, untuk rileks seusai seharian melakukan penjelajahan. Dan saat hari mulai memasuki malam, setelah menyalakan api unggun, untuk mengembalikan kekuatan menyantap mie instan, yang direbus bersama air untuk menuang kopi, lalu melepas penat dengan merasakan kehangatan secangkir kopi, dalam gigitan dinginnya udara gunung, sambil menikmati gugusan bintang Milky Way di atas langit malam Garut.
Sebelum pulang, pagi-pagi sekali menepi ke Gober Hut, sebuah lokasi yang tak jauh dari Pondok Saladah, untuk menikmati eksotika alam yang tersaji dari fenomena sunrise. Benar saja, mata seakan mendadak dimanjakan, saat dari sela pepohonan matahari perlahan terbit dari balik Gunung Cikuray, yang terletak di seberang Papandayan, warna merah kekuningan memancar kemilau, beberapa saat kemudian kota garut tampak terlihat berselimut kabut dari kejauhan.
Sebenarnya masih banyak yang belum bisa diungkapkan, karena disini tak hanya bisa melihat langsung kawah kawah yang masih aktif hingga sekarang. Malahan, jika mau berenang, sebenarnya disini juga tersedia fasilitas itu. Yang jelas, kita akan merasa fresh setelah refreshing dalam rangkuman keindahan Papandayan, sambil mengantongi foto-foto kerren hasil bidikan di beberapa spot foto eksotik pada area seluas 225 Ha ini. (Yud’s)