Penulis : H. Budi S Rais (Pengurus BPPH Pemuda Pancasila MPC Kabupaten Kuningan, Pengurus P2C Wilayah 3 MPW Jawa Barat)
Setiap pejabat negara disumpah atas nama rakyat, negara, dan bahkan demi Tuhan Yang Mahakuasa untuk melaksanakan tugas, mandat, dan jabatannya dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, serta tidak menyalahgunakannya. Demikianpun Ridwan Kamil sebagai Gubernur Jawa Barat, sebagai representasi jabatan tertinggi dalam kekuasaan pemerintahan Provinsi Jawa Barat diperintahkan oleh Undang-Undang Dasar untuk bersumpah dan berjanji di hadapan rakyat dengan atas nama Allah.
Sumpah dan janji Gubernur dan wakil Gubenur berbunyi: “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Gubernur Jawa barat (Wakil Gubernur Jawa Barat) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.
Ridwan kamil harus berkomitmen penuh dengan sumpahnya di atas untuk menjalankan tugas, kewajiban, dan jabatannya dengan sebaik-baiknya, seadil-adilnya, serta tegak lurus dalam melaksanakan konstitusi, perundang-undangan, dan peraturan yang berlaku. Namun, harapan masyarakat Jawa Barat, khususnya masyarakat Kuningan seakan menipis terhadap Ridwan Kamil yang dinobatkan sebagai Gubernur Jawa Barat, dikarenakan permasalahan penerapan denda pekerjaan Waduk Darma yang diputuskan oleh Ridwan Kamil selaku Gubernur Jawa Barat banyak menimbulkan permasalahan di Kabupaten Kuningan.
Keputusan Ridwan kamil tersebut adalah merupakan penghianatan terhadap konstitusi. Karena konstitusi adalah perjanjian, konsensus, atau kesepakatan tertinggi dalam kegiatan bernegara. Sesudah adanya kesepakatan tertinggi itu, masalah selanjutnya bukan lagi setuju dan tidak setuju, ataupun bukan lagi persoalan benar dan salah apa yang diatur dalam hukum tertinggi itu. Suatu kesepakatan, benar ataupun salah, baik atapun buruk, harus dilaksanakan, karena isinya mengandung kesepakatan yang disusun atas dasar kompromi ‘take and give’ yang dicapai dengan susah payah oleh para wakil rakyat di Majelis Permusyawaratan Rakyat. Kesepakatan boleh saja berubah setiap saat sesuai dengan perkembangan aspirasi masyarakat. Akan tetapi, sekali sudah disepakati, kesepakatan itu bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan apa adanya sesuai dengan kesepakatan. Kesepakatan adalah hukum bagi siapa saja yang mengikatkan diri di dalamnya.
Demikian pula konstitusi sebagai kesepakatan tertinggi, tentulah mempunyai daya paksa yang juga bersifat tertinggi. Oleh sebab itu, para perumus kebijakan ekonomi, dewasa ini, haruslah menjadikan UUD 1945 sebagai hukum dan kebijakan yang tertinggi di bidang perekonomian. Tidak boleh ada kebijakan ekonomi yang bertentangan dengan UUD 1945, karena Undang-Undang Dasar sebagai hukum tertinggi yang memuat lebih tegas ketentuan tentang perekonomian dan kesejahteraan sosial. Hal ini tercemin dalam perumusan Pasal 33 dan Pasal 34 baru dan dengan judul Bab XIV, Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial seperti yang sudah diuraikan di atas.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa UUD 1945 tidak semata-mata merupakan dokumen politik, tetapi juga merupakan dokumen ekonomi. UUD 1945 bukan hanya konstitusi politik, tetapi juga konstitusi ekonomi. Sebagai konstitusi ekonomi, UUD 1945 harus dipahami sebagai kebijakan ekonomi tertinggi yang harus dijadikan acuan dan rujukan dalam mengembangkan setiap kebijakan pembangunan ekonomi nasional. Kebijakan-kebijakan perekonomian dimaksud, agar bersifat mengikat dan keberlakuannya bersifat memaksa selalu dituangkan dalam bentuk undang-undang beserta peraturan pelaksanaannya. Semua peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Oleh sebab itu, sangat penting artinya bagi Ridwan Kamil sebagai penentu kebijakan ekonomi di provinsi jawa barat untuk menyadari hakikat UUD 1945 sebagai konstitusi ekonomi. Ridwan Kamil Harus ingat dengan pertanggungjawaban moral-rohaniah dalam menjalankan mandat kekuasaan dan jabatannya, bukan hanya di hadapan rakyat yang mendelegasikannya, tetapi lebih jauh secara metafisika di hadapan Tuhan Yang Maha Esa dan Mahakuasa. Karena itu, ketika terjadi penyimpangan dan penyalahgunaan pada jabatannya, layak dipertanyakan dan berintrospeksi diri.
Apa yang sebenarnya dicari ? Apakah ridwan Kamil itu Gubernur Jawa barat atau pengusaha Jawa barat Karena kebijakan dan tindakan penerapan denda diatas menyimpang dari sumpahnya sendiri? Apakah Ridwan Kamil tidak tahu dan tidak paham atas segala standar nilai dan norma yang melekat dengan jabatannya? Segala keputusan dilakukan tanpa mengindahkan nilai-nilai luhur kehidupan sebagaimana diajarkan agama, Pancasila, dan moralitas budaya yang utama. Konstitusi dan segala koridor undang-undang maupun peraturan pun diakali, disiasati, dan disalahgunakan demi meraih kedigdayaan kuasa dan pesona kehidupan Sehingga jabatan kehilangan fungsi nilai utama dan hanya dijadikan nilai-guna untuk legasi kuasa, dan segala kejayaan hidup diri, kroni, dan dinasti secara pragmatis dan oportunistik.
Sumpah jabatan pun berlalu sekadar seremonial lahir tanpa jiwaini yang perlu di ingatkan kembali untuk Ridwan Kamil dalam setiap membuat keputusan mesti ingat bahwa anda adalah Gubernur Jawa barat dan bukan sebagai Pengusaha , kalau sebagai Gubernur harus menjadi pemimpin yang benar-benar menghayati dan memahami keindonesiaan luar dan dalam. Tidak sibuk dengan kepentingan dirinya yang tak kunjung selesai, sementara nasib rakyat terabaikan. Bila ingin membangun legasi Jabar Juara maka jadikan masyarakat Provinsi Jawa Barat yang cerdas, berilmu, terdidik, dan sejahtera secara merata sehingga jawa barat benar-benar maju, adil, dan makmur. Bukan populisme cinta rakyat sebatas permukaan, simbolis, dan artifisial tanpa menyelami nasib rakyat yang masih banyak hidup miskin, marginal, dan tertinggal. Untuk itu dalam momentum menjelang pesta demokrasi dekade ini, saya ingin perpesan kepada masyarakat jawa barat untuk masa depan daerah harus lebih teliti untuk memilih nanti Gubernur, jangan pilih Gubernur yang berhianat terhadap amanat konstitusi, konstitusi saja di khianati apalagi kita sebagai masyarakat !!!!!!