Kuningan – Menyikapi perbedaan pendapat untuk jatuhnya tanggal 1 Syawwal 1444 Hijriyyah, atau waktu tepat dirayakannya Hari Raya Idul Fitri yang terjadi di kalangan masyarakat, Ketua Dewan Syari’ah Daerah Persatuan Umat Islam (PUI) Kabupaten Kuningan KH. Ma’mur menekankan agar lebih mengedepankan kemaslahatan umat secara keseluruhan.
Dengan tegas, KH. Ma’mur menyatakan jika pihak PUI Kuningan melalui Dewan Syariah menentukan tanggal 1 Syawal jatuh pada Jumat, tanggal 21 April 2023, tetapi untuk merayakan Idul Fitri, termasuk di dalamnya melakukan shalat Ied, akan dilakukan dengan jemaah/masyarakat yang menyelenggarakan pada Sabtu (22/4/2023).
“Pertimbangannya, langkah ini diambil untuk kemaslahatan umat secara keseluruhan, karena pada hari Jumat sebagian besar masyarakat masih belum merayakan I Syawwal 1444 Hijriyyah,” ujar KH. Ma’mur, di acara pemberian santunan PD PUI, di Desa Sadamantra, Kecamatan Jalaksana, Kamis (20/4/2023).
Menurut KH. Makmur, sebenarnya jatuhnya tanggal 1 Syawwal 1444 H dapat dihitung secara pasti, hanya saja terjadi perbedaan pandangan pada penetapannya, ada yang menetapkan dengan cara imkanur rukyat, dan ada yang berpendapat wujudul hilal.
“Yang dimaksud imkanur rukyat adalah kemungkinan bulan bisa dilihat atau tidak pada saat matahari terbenam, setelah terjadinya konyungsi. Sedangkan, wujudul hilal menyatakan bahwa bulan pasti sudah tertinggal matahari saat maghrib, berapapun kecilnya, apalagi alat-alat untuk melihat kondisi itu sekarang sangat memungkinkan,” ungkapnya.
KH. Ma’mur menjelaskan, baik yang menggunakan prinsip imkanur rukyat, ataupun wujudul hilal, keduanya menggunakan hisab. Hisab adalah perhitungan peredaran matahari dan bulan pada manzil-manzil (manzilah-manzilah = tempat-tempat).
“Tidak mungkin ada penetapan imkanur rukyat, kalau tidak menghitung peredaran bulan dan matahari, sedangkan yang menggunakan wujudul hilal tentu saja hisab merupakan penetapan hilal, berapapun tingginya,” jelas KH. Ma’mur.
Hari ini, kata KH. Makmur, tanggal 20 April 2023, pukul 11.12 WIB terjadi konyungsi, bertepatan terjadinya gerhana matahari hibrida, dimana sebenarnya dengan terjadinya konyungsi tersebut merupakan petunjuk berakhirnya bulan lama (Ramadhan 1444 H) dan masuk bulan baru (Syawwal 1444 H). Maka sebagian umat Islam menetapkan hari Jumat (21/4/2023) adalah 1 Syawwal 1444 H.
Namun, lanjut KH. Ma’mur, karena berpuasa menurut syareat Islam harus sampai matahari terbenam maka harus istikmal (disempurnakan) sampai maghrib. Pada saat mata hari terbenam, ketinggian bulan hampir sekitar 2 derajat, tepatnya 1°, 70 menit dan elonasinya 2,35°. Maka sebagian umat Islam menetapkan hari Jumat (21/4/2023) adalah 1 Syawwal 1444 H.
“Bagi yang berpandangan imkanur rukyat, tinggi bulan seperti itu, belum mungkin terlihat oleh mata, dan karena Indonesia menyepakati dengan BIMS, atau negara Asia Tenggara yang terdiri dari Indonesia, Brunei, Malaysia, dan Singapura yang menetapkan bahwa baru bisa disebut pergantian bulan kalau tinggi bulan 3 derajat dan elonasinya 6,3 derajat, Maka, hampir dapat dipastikan pemerintah menetapkan 1 Syawwal pada hari Sabtu (22/4/2023),” tandasnya. (Yud’s)