Diduga Ada Yang Membekingi, Pabrik Boneka Tetap Lakukan Pembangunan Meskipun Belum Memiliki Izin Apapun

Berita Sosial & Ekonomi

Kuningan – Pengurus BPPH Pemuda Pancasila MPC Kabupaten Kuningan, sekaligus Pengurus P2C Wilayah 3 MPW Jawa Barat, H. Budi S Rais menyayangkan dengan kembali tercemarnya iklim investasi di Kabupaten Kuningan, dimana dia bersama tim menemukan perusahaan yang bebas melakukan pembangunan, bahkan prosesnya hampir rampung, meskipun sama sekali belum mengantongi izin apapun, dan lebih parahnya, disinyalir ada oknum pejabat Pemerintah Daerah yang bermain di balik kegiatan kurang terpuji itu.

Budi mengungkapkan, dirinya telah melakukan kontrol sosial dan pengamatan di lokasi proyek PT Yamina, yang berlokasi di perlintasan jalan Karangmangu – Sindangbarang, atau tepatnya di Dusun Pahing, Desa Karangmangu, Kecamatan Kramatmulya, sekaligus mempertanyakan, dan meminta informasi perihal perizinan kegiatan pembangunan pabrik, dan diterima oleh perwakilan manajemen pabrik pembuatan boneka tersebut.

“Dari hasil pertemuan itu, berdasar keterangan dari pihak manajemen mengakui, bahwa adanya perkeliruan terkait perizinan, dan masih berproses, serta belum terbit. Tetapi kami melihat, pembangunan pabrik itu terus dilakukan, karena diduga perusahaan sudah koordinasi dengan oknum pejabat eksekutif Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan, sehingga aktivitas kegiatan pembangunan pabrik tetap berjalan tanpa perizinan,” ungkap Budi, Rabu (12/4/2023).

Berdasar pengamatan Budi, tampak adanya perkeliruan perizinan pembangunan Pabrik PT. Yamina, dan ketika pihaknya melakukan verifikasi dan meminta bukti-bukti dokumen perizinan, pihak manajemen tidak berkenan untuk menunjukan dokumen yang diminta. Dengan kondisi itu, Budi berasumsi berdasar ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di wilayah Republik Indonesia, terdapat 3 aspek yang dihadapi PT Yamina antara lain, aspek perizinan, aspek pidana, dan aspek sosial.

“Setelah kami telusuri dari mulai keterangan manajemen, pengurus perusahaan, bahkan unsur pemerintahan desa, kecamatan, hingga instansi pemerintahan yang berwenang hasil yang didapat sama, dimulainya pembangunan pabrik ini diduga sebelum memiliki perizinan,” ujar Budi, yang juga merupakan pendiri organisasi Kumpulan Penghimpun Organ Rakyat Indonesia (KPORI) itu.

Dan, meskipun saat dirinya menanyakan pada Kepala Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Kuningan, pada Rabu (12/4/2023),  mereka menyatakan perizinan PT. Yamina saat ini dalam proses, tetapi itu memperjelas, jika meski belum memiliki izin proses pembangunan telah dilaksanakan. Bilamana hal tersebut benar adanya, maka bertentangan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolan lingkungan hidup ( UUPPLH ), pada pasal 22 ayat 1 secara jelas menyatakan, setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki UKL UPL atau amdal.

Dalam pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009  dinyatakan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan dan atau persetujuan Lingkungan.  Tanpa adanya dokumen tersebut tidak mungkin mengajukan izin lingkungan. Selain itu, dokumen Amdal atau UKL-UPL menjadi prasyaratan bagi pengajuan permohonan perizinan mendirikan bangunan dan atau Persetujuan bangunan gedung ( PBG ).  Dengan demikian, tanpa dimilikinya dokumen Amdal dan atau UKL-UPL tidak dapat mengajukan kedua izin tersebut. Dan untuk dibukanya sebuah regulasi UU 30 tahun 2009 dan regulasi lainnya itu berlaku bilamana PT. Yamina itu betul adanya melanggar melakukan pembangunan tanpa selesainya proses perizinan.

“Sedangkan saat kami tanyakan kepada kepala desa, camat, bahkan masyarakat, semua menyatakan mereka tidak pernah diajak koordinasi. Malahan ketika kecamatan datang dan meminta pembangunan untuk dihentikan sementara waktu sebelum terbitnya surat izin, pihak perusahaan tidak menggubrisnya sama sekali,” ucap Budi.

Belum lagi, kata Budi, pelanggaran terhadap peraturan lainnya. Namun, yang lebih ironis, aktivitas pembangunan pabrik tersebut tetap berjalan, karena diduga sudah berkordinasi dengan pejabat eksekutif Pemda Kuningan. Dengan asumsi dan pengamatan, izin tersebut diberikan pejabat pemerintah kepada korporasi, meskipun jelas merugikan negara dan merupakan tindakan kejahatan pidana, 

“Perbuatan tersebut tidak bisa dijadikan sebuah alasan oleh pejabat eksekutif sebagai salah satu strategi peningkatan perekonomian di Kabupaten Kuningan, dengan modus operandi mengurangi angka pengangguran dengan menyediakan lapangan kerja dan kontribusinya dalam penerimaan keuangan negara (pajak dan sebagainya),” terang Budi.

Budi mengingatkan, alasan tersebut tidak hanya berdampak positif, tetapi juga menimbulkan dampak negatif, salah satunya adalah perilaku menyimpang yang dilakukan oleh pejabat eksekutif dan korporasi yang bermotif pembangunan ekonomi, dimana karakteristik dan modus operandinya berbeda dengan kejahatan konvensional pada umumnya, sehingga penegakan membutuhkan penanganan instrument khusus.

Dengan kejadian itu Budi meminta, Bupati Kabupaten Kuningan dan pihak-pihak terkait lainnya, segera menyikapi perkeliruan penerbitan perizinan pembangunan Pabrik milik PT. Yamina, dengan menghentikan segala aktivitas kegiatan pembangunan pabrik, sebelum adanya izin-izin yang sudah diterbitkan, agar persoalan tidak semakin meluas.

“Tentunya Bupati Kuningan sangat mengerti dampak dan tanggung jawab dari persoalan perizinan pabrik tersebut, mengingat tugas dan fungsi bupati dan pihak-pihak terkait lainnya yang bersentuhan langsung dengan kewenangan birokrasi dan administrasi di wilayah Kabupaten Kuningan. kami yakin Bupati Kuningan adalah orang baik-baik dan senantiasa bertindak bijaksana, tegas serta waspada dalam menyikapi perkeliruan perizinan yang kami sampaikan ini. Dan dengan pernyataan ini, saya meminta klarifikasi terkait perizinan yang lagi ditempuh,” tandas Budi. (Yud’s)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *