Kuningan – Kepala Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) Maman Surahman, didampingi penyuluh Nisa Syachera Febriyanti penuhi undangan Sekretaris Daerah Kabupaten Kuningan H. Dian Rachmat Yanuar untuk melakukan pertemuan menyamakan persepsi, di ruang kerja Sekda, Kamis (6/4/2023).
Isu terbaru menyangkut kawasan BTNGC menjadi bahasan dalam pertemuan yang dihadiri pula Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kuningan Wawan Setiawan, Kepala Bagian Hukum Setda Mahardika Rahman, Kabag Tapem Toni Kusumanto, dan Kepala Bappeda Usep Sumirat tersebut.
Pada kesempatan itu Dian Rachmat Yanuar meminta, agar semua pihak membuka ruang komunikasi yang lebih intens, sambil tetap menahan diri, sehingga tidak terjadi miskomunikasi yang bisa menimbulkan konflik, dan mengakibatkan terganggunya kondusifitas.
Dian memandang, dengan zona tradisional yang cukup luas, maka sangat perlu diperhatikan pengelolaan secara bijak berdasarkan aturan. Disamping itu juga, wajib mempertimbangkan akses, beserta aspirasi masyarakat yang sudah bermukim turun temurun di sekitar kawasan Gunung Ciremai.
“Karena itu, kami berharap BTNGC dapat lebih meningkatkan koordinasi dengan Pemkab Kuningan, dan stakeholder terkait lainnya, sehingga akan tercipta sinergitas antar pemangku kepentingan. Disinilah pentingnya untuk dibentuk forum,” ungkap Dian.
Sementara, Kepala BTNGC Maman Surahman mengaku, jika pihaknya menyambut baik pertemuan yang digagas Sekda Kuningan tersebut, seraya menjelaskan dasar dalam pengajuan PKS kemitraan konservasi pemberdayaan masyarakat melalui Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK).
“Dasarnya adalah Permenhut Nomor P.43/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017, tentang pemberdayaan masyarakat di sekitar Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Juga, Peraturan Dirjen KSDAE Nomor 6/KSDAE/Set/Kum.1/6/2018 Tahun 2018, tentang Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi di kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam,” ujar Maman.
Untuk tahapannya, kata Maman, adalah mulai persiapan (Identifikasi dan inventarisasi lokasi dan kelompok), usulan rencana kegiatan. Lalu, penilaian dan persetujuan (verifikasi subyek dan lokasi), perumusan dan penandatanganan PKS.
“Pelaksanaan verifikasi subyek dilakukan dengan memberikan arahan terlebih dahulu. Yakni terkait aturan pengajuan kemitraan konservasi pemberdayaan masyarakat melalui pemungutan HHBK,” kata Maman.
Dijelaskan Maman, pengesahan review zonasi bukan merupakan legalitas melakukan kegiatan pemungutan HHBK di lapangan, juga konfirmasi penyadapan yang telah dilakukan, atau berdasarkan hasil patroli Polhut di lapangan.
“Pada saat verifikasi subyek, Verifikator yang merupakan petugas Balai TNGC (Pejabat struktural, Polhut, PEH dan Penyuluh Kehutanan) hanya melakukan verifikasi dengan nama-nama yang tertera dalam proposal. Jika ada nama yang tidak masuk dan datang verifikasi, maka perlu adanya perbaikan proposal untuk menyesuaikan legalitas kelompok dan proses dari awal,” jelas Maman. (Yud’s)