Peran Penting Linguistik dalam Promosi Wisata

Berita Wisata Seni & Budaya

Bandung – Penamaan tempat untuk wisata alam atau kuliner banyak melibatkan proses linguistik sebagai sarana branding, realita yang menunjukan jika linguistik memiliki peran penting dalam perkembangan pariwisata, khususnya di Jawa Barat ini menjadi kajian menarik untuk diteliti oleh akademisi.

Dan hal itu mendasari Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjajaran Prof. Dr. Eva Tuckyta Sari Sujatna, M.Hum bersama tim yang tergabung dalam kelompok riset Academic Leadership Grant (ALG) Unpad untuk menginisiasi riset mengenai peran linguistik dan budaya lokal dalam promosi wisata, dengan berfokus pada proses morfologis yang terjadi di kawasan wisata Geopark Ciletuh, Pelabuhanratu.

Dalam acara Hard Talk di kanal YouTube Unpad, pada Rabu (22/2/2023), Eva mengungkapkan, bahwa kawasan Ciletuh, Pelabuhanratu sudah memiliki potensi yang cukup besar untuk menjadi destinasi wisata unggulan, tinggal bagaimana pihak terkait melakukan pengelolaan dan promosi dengan baik.

“Agar promosi yang dilakukan hingga bisa melekat dan mudah dikenal dalam benak audience, peran linguistik menjadi sangat efektif dalam proses tersebut,” ungkap Eva.

Diterangkan Eva, metode riset yang diterapkan di Ciletuh adalah deskriptif kualitatif, yakni dengan melihat data mengenai kawasan berdasarkan referensi yang sudah ada, kemudian menguji kelayakan data tersebut ke lapangan secara langsung

Sebagai bagian dari kawasan UNESCO Global Geopark, Geopark Ciletuh telah direvalidasi secara berkala, dimana dalam pengelolaannya pemerintah setempat berkolaborasi dengan para akademisi di bidang geologi, bahasa, dan budaya. Sedangkan dari pihaknya, Eva berharap bisa membantu dari sisi publikasi culturenya.

“Riset mengenai topik ini berawal dari kajian kami terhadap proses linguistik di Kampung Naga, Tasikmalaya. Naga merupakan akronim dari dina gawir yang berasal dari Bahasa Sunda artinya di lereng. Hal tersebut menggambarkan lokasi geografis Kampung Naga yang berada di sekitar lereng,” kata Eva.

Eva menjelaskan, beberapa nama daerah dan tempat wisata di Jawa Barat seperti Ciletuh, Citarum, dan Cimahi yang memiliki ciri khas berawalan suku kata “ci”, diambil dari bahasa Sunda “cai” artinya air. Cai menandakan bahwa wilayah geografis daerah tersebut berada dekat dengan sumber air.

“Hal ini menunjukkan, bahwa linguistik memiliki peran yang cukup besar, sampai akhirnya nama suatu daerah dapat melekat dan dikenal khalayak luas. Dalam ilmu linguistik, proses morfologis ini disebut branding,” jelasnya.

Tak hanya wisata alam, wisata kuliner juga banyak dipengaruhi oleh linguistik. Eva menjabarkan nama-nama makanan, seperti misro (amis dijero), cireng (aci digoreng) dan lainnya saat ini sudah menjadi ciri khas bagi daerah Jawa Barat. Sehingga ketika sebuah produk diperkenalkan dalam bahasa daerahnya, maka secara tidak langsung daerahnyapun akan ikut dikenal.

“Itulah yang mungkin bisa kita pertimbangkan bersama, bahwa informasi itu ada baiknya dimuat dengan bahasa lokal. Sayapun berharap, kedepannya akan banyak peneliti bahasa yang melakukan kajian linguistik, tidak hanya di ranah pariwisata alam saja, tetapi pada semua level guna memajukan sektor pariwisata di daerahnya masing-masing,” harapnya. (Yud’s – https://www.unpad.ac.id/2023/02/guru-besar-unpad-ungkap-peran-linguistik-dalam-promosi-wisata/)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *