Wewey Wita, Pemilik Tendangan Paling Berbahaya Di Dunia Persilatan

Berita Olah Raga & Kesehatan

Bandung – Dikenal memiliki tendangan T yang menjadi andalan saat bertarung, dengan dampak tidak sedikit lawan tanding terpental dari kuatnya sabetan kaki perempuan bernama lengkap Yo Chu Wey, atau lebih dikenal dengan panggilan Wewey Wita, atlet Jawa Barat kelahiran Tangerang 5 Februari 1993 itu dianggap pesilat dengan tendangan paling berbahaya di tiap event kejuaraan silat, baik tingkat nasional, maupun internasional.

Peraihan prestasi di berbagai ajang bergengsi seakan menjadi pembuktian, jika istri Denny Aprisani, sekaligus ibu dari Meviano Aziel Shakiel ini tak hanya turut berkiprah untuk lebih memperkenalkan seni bela diri tradisional asli asal Indonesia ke pentas dunia, tetapi juga turut berperan serta dalam mengharumkan nama bangsa dalam kancah tingkat internasional.

Berbagai prestasi wanita blasteran Singapura dan Sunda (Indonesia), putri pasangan Yeo Meng Tong dan Ani Rohimah itu diantaranya, medali emas PON 2012, medali emas SEA Games 2017, medali emas Asian Games 2018, medali emas Beligium Open 2018, medali emas World Champion, dan banyak lagi prestasi membanggakan lainnya.

Jika saat ini masyarakat mengenal Wewey yang sempat pula jadi sorotan, serta viral di media sosial karena tandangan kaki kanannya mampu membuat lawan tidak berkutik, sebagai Srikandi silat hebat, mungkin sebagian dari mereka belum tahu, dahulu saat mengawali belajar silat dirinya mendapat larangan orang tuanya.

Diceritakan Wewey, awalnya sempat mempelajari bela diri karate terlebih dahulu, ketika menduduki bangku kelas 5 SD di Ciamis dirinya mulai tertarik dengan seni bela diri warisan nenek moyang, dan merupakan budaya turun temurun dari para jawara nusantara, yakni pencak silat.

“Saat duduk di bangku kelas 5 SD di Ciamis, saya mulai tertarik dengan bela diri silat, dan dari situ pulalah saya mengawali berlajar pencak silat,” ucap Wewey.

Wewey mengakui, awalnya mempelajari pencak silat supaya bisa menjaga diri, namun setelah ditekuni lebih dalam terbersit keinginan untuk bisa mengikuti kompetisi. Dan disaat memulai berkiprah diajang kompetisi itulah dia dihadapkan dengan permasalahan tidak setujunya orang tua, jika Wewey terjun di pencak silat.

“Orang tua saya tidak merestui saya terjun di pencak silat, karena mereka menginginkan saya menjadi model,” ungkap Wewey.

Kurang mendapatkan restu dari orang tua tidak membuat Wewey menyerah, malah sebaliknya, seakan menjadi pembakar motivasi untuk membuktikan bahwa dia mampu mengembangkan bakat demi meraih prestasi, sekaligus memberikan yang terbaik untuk kedua orang tuanya.

Dan ternyata, setelah mampu meluluhkan hati orang tuanya, Wewey tak hanya mendulang prestasi di berbagai kejuaraan silat, tetapi juga telah menjadi pigur bangga, karena menjadi pahlawan penolong kebangkrutan ekonomi yang sempat dialami keluarganya. (Yud’s)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *