Penulis : Kader LK-I HMI Komisariat Abdul Malik Fadjar Cabang Kuningan
Soe Hok Gie : “Tak ada yang lebih puitis selain bicara tentang kebenaran”. Sejauh Mana hari ini penulis berproses di Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Kuningan sebagai anggota bahwasannya kebenaran harus senantiasa menjadi prioritas utama dalam perjuangan hidup setiap manusia. Meskipun pada akhirnya Soe Hok Gie ini pada akhirnya pesimis dengan memandang kebenaran ini hanya ada dilangit dan di bumi hanyalah palsu, namun pesimis yang coba Gie bangun bukan berarti bahwa Gie pesimis pada hidup dan perjuangan. Kalimat itu justru mempertegas bahwa kebenaran harus manusia sendirilah yang memperjuangkan. Khususnya bagi kaum yang terpelajar, bukan berarti kita harus tertidur lelap, menjadi suatu aktivitas setengah hati tanpa adanya usaha-usaha mendobrak mitos konyol yang demikian.
Sebuah skill unique yang melekat dalam diri manusia adalah mampu mengukir sejarahnya dengan sebebas-bebasnya. Bicara soal sejarah bangsa kita, kita akan berjumpa pula dengan sejarah pemuda. Mengapa demikian? Sebab, dalam dinamika perjalanan, para pemuda selalu terlibat, baik sebagai pelopor atau hanya sekedar simpatisan belaka. Setelah bangsa Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaannya, penjajahan belum juga kunjung usai. Selain harus berperang melawan penjajah untuk mempertahankan kemerdekaan, bangsa kita juga dipaksa untuk menahan dan memusnahkan gempuran dan pemberontakan yang dilakukan oleh PKI. Hal inilah, yang melatarbelakangi munculnya organisasi masyarakat dan kepemudaan yang memiliki cita-cita untuk menjaga kemerdekaan, kedaulatan, keutuhan NKRI. Sebut saja salah satunya adalah Himpunan Mahasiswa Islam yang disingkat HMI.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah organisasi mahasiswa yang didirikan di Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul awal 1366 H bertepatan dengan tanggal 5 Februari 1947 atas prakarsa Lafran Pane dan 14 orang mahasiswa sekolah tinggi Islam (sekarang Universitas Islam Indonesia (UII). Akhirnya pada hari Rabu Pon 1878 (tahun jepang), tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan pada tanggal 5 Februari 1947 M secara resmi didirikan dan dideklarasikan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) oleh Lafran Pane bersama 14 mahasiswa lainnya, yaitu :Karnoto Zarkasy, Dahlan Husein, Siti Zainah (istri Dahlan Husein), Maisaroh Hilal (cucunya KH. Ahmad Dahlan), Soewali, Yusdi Gozali (pendiri PII), M. Anwar. Hasan Basri, Marwan, Tayeb Razak, Toha Mashudi, Bidron Hadi, Zulkarnaen dan Mansyur.
Adakah Tanggung Jawab HMI?
Membaca dari pada sejarah Mahasiswa, Kader HMI juga memiliki tanggung jawab, agent of change, social control dan kaum intelektual. Sebagai agent of change (pembaharu), label ini harus melekat sampai ke tulang rusuk setiap kader HMI, sebab dalam historisnya setiap ide dan gagasan pembaharu selalu dibawa oleh kader HMI. Kader HMI pada waktu itu dianggap sebagai generasi yang memiliki penuh semangat dan jiwa-jiwa yang progresif. Sebut saja diantaranya Nurcholis Madjid (Cak Nur), AM Fatwa, Amien Rais, Anies Baswedan, atau yang saya ketahui di wilayah Kuningan Nanan Abdul Manan, Rohmat Adrian, Nunu Firdaus, Prof Dewi, Dadang Cunandar, dll. (Silahkan itu yang jadi patokan penulis sebagai kader-kader HMI yang penuh semangat dan progres pada masa ketika ber-HMInya)
Kader HMI sebagai kaum intelektual, inilah yang menjadikan kader HMI ini diatas rata-rata Mahasiswa karena mereka tidak hanya mempelajari, menguasai satu bidang studi yang ditempuhnya. Akan tetapi dengan adanya aktivitas rutin, membaca, diskusi, menulis. Bahkan logika yang sederhana pun harus dipahami dan dikuasai nya, hal ini guna mengkritisi segala bentuk problematika yang ada atau yang akan dihadapan dihadapinya. Hal inilah yang kemudian meniscayakan bahwa kader HMI membutuhkan piranti ilmu pengetahuan yang mumpuni juga komprehensif.
Entah Gemilang atau Kemunduran Gerakan HMI Kuningan Hari ini
HMI mulai ada di Kabupaten Kuningan pada tahun 1997 pada tingkatan struktur organisasi komisariat, yaitu komisariat STAI Al-Ihya diketuai oleh Kasdar, yang masuk ke wilayah kerja HMI Cabang Cirebon, dan berkembang dengan masuknya Komisariat STKIP dengan ketua Saleh Masrur. Dari data yang diperoleh peneliti dengan perkembangan jumlah komisariat maka HMI Cabang Kuningan statusnya meningkat menjadi HMI Cabang Persiapan Kuningan. Akhirnya menjadi Cabang penuh pada tahun 2001 yaitu pada tanggal 28 Maret 2001 M. yang bertepatan dengan 03 Muharram 1422 H. (Red: Sejarah HMI Cabang Kuningan)
Bukan berarti penulis bermaksud untuk merendahkan kader HMI Kuningan, apalagi untuk menyombongkan diri. Dari sumber diatas penulis beranggapan HMI Kuningan bukanlah organisasi yang tergolong muda melainkan sudah menjadi organisasi yang tergolong dewasa. HMI Kuningan saat ini tak ubahnya seperti macan ompong yang dipelihara dalam kandang sirkus. Kader-kadernya sudah banyak kehilangan nilai-nilai kehanifannya, bahkan bukan hanya satu atau dua orang yang menggadaikan kemerdekaan dan independensinya.
Idealisme kader HMI Kuningan saat ini tidak lagi menjadi sebuah kemewahan yang begitu mahal harganya. Bahkan banyak juga kader HMI Kuningan yang menjadikan idealisme sebagai barang komoditas yang bisa diperdagangkan. Siapapun orang-orangnya, bahkan penguasa sekaligus akan dituruti oleh kader HMI sekarang. Bahkan seandainya jika harus menjilat pantatnya sekalipun, kader HMI Kuningan tidak menutup kemungkinan akan melakukannya, asalkan punya uang dan bisa masuk ke ruang lingkup jabatan yang memerintahkannya. Tak percaya?.
Seringkalilah kita bersafari atau secara halusnya bersilaturahmi ke tiap-tiap para pemangku struktural HMI di Kuningan. Dalam hal ini bukan berarti penulis tidak menganjurkan untuk bersilaturahmi. Akan tetapi untuk menguji kebenaran. Bahwa masih adakah diantara mereka yang masih menjunjung tinggi idealisme dan semangat dari founding fathers HMI?, khususnya di wilayah HMI Kuningan sendiri.
Sayangnya, HMI Kuningan hari ini masih saja terus-terusan terjebak dalam romantisme sejarah. Dengan tanpa kita berbuat apa-papin kita akan tetap menjadi mahasiswa yang dipandang sebagai kaum terpelajar dan intelektual. Padahal, betul apa yang pernah ditanyakan oleh orang yang screening saya pada saat mau masuk HMI (LK-I), beliau bertanya apa yang akan engkau lakukan ketika engkau menjadi mahasiswa? 5 tahun setelah menjadi mahasiswa? Dan 10 atau bahkan 15 tahun nanti ketika engkau telah beres ber-HMI?. Sebuah pertanyaan yang belum bisa dijawab oleh saya pada waktu itu. Akan tetapi beliau pada akhirnya memberikan wejangan “Apapun yang hari ini engkau sedang rencanakan, perjuangkanlah hingga nafas terakhirmu berada di tenggorokan”.
Adanya tulisan ini sebagai self critic ketika penulis coba membaca kembali peran dan pengaruh HMI Kuningan yang nyaris mengalami mati suri. Kader HMI Kuningan yang begitu banyak tak ayal menjadi aktivis yang setengah hati. Sebab demikian begitu juga aktivis HMI Kuningan yang masih teguh sampai hari ini memperjuangkan harapan dan perlawanan oleh Kader Muda HMI yang menginginkan adanya kebangkitan kembali HMI Kuningan. Mendekati Konfercab HMI Kuningan yang dimana salah satunya adalah penentuan nasib HMI Kuningan di bawah kepemimpinan yang baru sejatinya harus mampu membangkitkan kader HMI yang dininabobokan oleh uang, harta dan kekuasaan. Dengan begitu HMI Kuningan bukan lagi Macan Ompong yang mengeong seperti Kucing melainkan seperti halnya Harimau yang Mengaum.