Peranan Radiologi Pada Penanganan Penyakit Kista Payudara

Artikel

Penulis dr. Yanti Nuraeni, Sprad

Dokter Radiologi  RSUD LInggajati Kuningan Jawa Barat

Kista payudara adalah penyakit  yang paling sering dijumpai pada payudara perempuan dan dapat terjadi pada semua usia, dengan prevalensi usia terbanyak di usia sekitar 30-50 tahun. Kista payudara adalah suatu kantong berkapsul yang berisi cairan yang berada di dalam jaringan payudara.

Kista payudara dapat memberikan manifestasi klinis berupa teraba benjolan pada payudara yang disertai rasa nyeri. Namun, kista payudara juga dapat tidak bermanifestasi klinis dan ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan skrining, sehingga angka kejadian kista payudara yang sesungguhnya diperkirakan lebih besar dibandingkan dengan angka kejadian kista yang terdeteksi secara gejala dan pemeriksan fisik.

Manifestasi klinis kista payudara yang tersering adalah teraba benjolan berupa massa bulat atau oval yang teraba lembut, mudah bergerak dengan batas yang tegas. Kadang, dapat disertai nyeri payudara pada daerah yang terdapat benjolan.

Nyeri yang terjadi biasanya bersifat lokal. Fluktuasi, ukuran dan nyeri dapat berhubungan dengan siklus menstruasi. Peningkatan ukuran dan tingkat nyeri benjolan biasanya terjadi sebelum periode haid, penurunan ukuran dan tingkat nyeri benjolan biasanya terjadi setelah periode haid.

Benjolan kadang tidak ditemukan pada pemeriksaan fisik, namun apabila besar (> 1cm)  dapat teraba. Pada perabaan kista sulit dibedakan dengan massa solid/padat. Dapat juga ditemukan nipple discharge (cairan yang keluar dari payudara) pada kista payudara yang mengarah ke keganasan.

Secara garis besar melalui pencitraan, kista dapat dibedakan menjadi kista sederhana, mikrokista berkelompok (clustered microcyst), complicated cyst dan complex cyst (kista kompleks). Kista sederhana dan mikrokista berkelompok, tidak memiliki kecenderungan untuk menjadi ganas. Complicated cyst hanya memiliki kemungkinan ganas sebesar 0,2%, sedangkan kista kompleks memiliki kemungkinan ganas sebesar 20-30%.

Pemeriksaan radiologis, terutama mamografi, ultrasonografi dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) memiliki peranan penting untuk membedakan jenis dan sifat kista payudara, sehingga dapat membantu untuk menentukan tatalaksana selanjutnya.

Kista payudara dapat terdeteksi secara tidak sengaja pada skrining mamografi, maupun bila terdapat gejala klinis seperti, teraba benjolan, nyeri fokal maupun nipple discharge. Mamografi berguna untuk memperlihatkan morfologi lesi payudara seperti bentuk, batas dan temuan lainnya seperti kalsifikasi dan distorsi arsitektural.

Pada mamografi, kista akan terlihat sebagai gambaran bulat atau oval berbatas relatif tegas. Mamografi tidak dapat digunakan sebagai modalitas tunggal untuk mendiagnosis kista payudara, namun mamografi dengan dua proyeksi dapat memberikan gambaran tiga dimensi payudara, sehingga dapat digunakan sebagai pemetaan target pemeriksaan ultrasonografi.

Mamografi tidak terlalu akurat untuk membedakan kista dengan massa solid, sehingga sering dibutuhkan konfirmasi dengan pemeriksaan ultrasonografi. Namun adanya mirokalsifikasi pada mamografi dapat membantu untuk mengarahkan sifat lesi kepada keganasan.

Ultrasonografi dapat membedakan jenis kista secara lebih detail, namun pada kista kompleks yang sebagian besar merupakan lesi papiler, ultrasonografi belum dapat secara akurat membedakan jenis lesi papilar yang jinak atau ganas.

MRI dapat membantu mengarahkan sifat jinak atau ganasnya lesi, begitu juga dengan gambaran kurva kinetik pasca pemberian zat kontras. Hasil biopsi patologi anatomi masih dijadikan baku emas untuk menentukan diagnosis jenis kista, terutama pada kista kompleks yang memiliki kemungkinan ganas sebesar 20-30%. Namun tindakan dan diagnosis patologi anatomi juga tidak bisa terlepas dari hasil pemeriksaan radiologis sebelumnya.

Pemeriksaan MRI payudara dapat membantu menegakkan diagnosis apabila masih terdapat keraguan dari hasil mamografi dan ultrasonografi, atau apabila terdapat gejala klinis namun tidak ditemukan kelainan pada mamografi maupun ultrasonografi. MRI, selain dapat memberikan gambaran morfologis lebih baik, juga lebih sensitif dalam menentukan sifat keganasan lesi dan dapat menentukan ekstensi /perluasan lesi.

Penatalaksanaan kista payudara tergantung dari jenis kista. Kista sederhana dan mikrokista berkelompok, digolongkan kedalam lesi jinak, sehingga tidak diperlukan tindakan lebih lanjut, namun direkomendasikan untuk follow up rutin baik secara klinis dan radiologis setiap tahunnya.

Complicated cyst memiliki kecenderungan keganasan sekitar 0,2%, sehingga dengan rekomendasi tatalaksana berupa follow up jangka pendek (6 bulan kemudian) secara klinis maupun radiologis. Kista kompleks memiliki kemungkinan keganasan sebesar 20%-30%, oleh karena itu semua tipe kista kompleks direkomendasikan untuk dilakukan biopsi. Biopsi dapat dilakukan secara biopsi jarum halus, core-needle biopsy maupun biopsi dengan pembedahan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *